Minggu, 01 Januari 2012

SEMUA UNTUK RAKYAT


“Tahta Adalah Untuk Rakyat” inilah adigum dan dokterin demokrasi Pancasila yang menyertai gaya kepemimpinan nasional.
Dalam suatu kerisis, masyarakat terdorong berandai-andai, mencari berbagai ibarat dan simbol-simbol keanggunan paripurna sebagai idealisme kultural. Angan-angan akan tiba Satria Peningit atau Ratu Adil adalah ekspresi sutusi krusial yang menyertai krisis kepemimpinan.
Maka, visi kultural keadiluhungan mengandaikan sang pemimpin harus seperti Matahari. Tidak hanya member penerangan, pencerahan, dan transparansi, tetapi juga energy hidup, aksiomatik tegas tanpa ragu untuk terbit dan terbenam.


Ia harus seperti Bulan menghadirkan harmoni hidup, kerukunan, ketentraman batin, dan keindahan paripurna.


Ia harus seperti Bintang, memberi kejelasan arah mata angin, menegaskan arah perjuangan, mampu mengarahkan visi dan misi.
Kepemimpinan juga harus seperti Udara, menghindari kevakuman, mengisi kekosongan, dan kerinduan para kwulah.

Ia harus seperti Air, senantiasa menjaga emansipasi agar tidak miring ke-kiri atau miring ke-kanan, tak ada “anak tiri” dan tak ada “anak emas”.

Ia harus seperti Samudra, penuh ketangguhan, tak surut bila ditimba dan tak meluap jika diguyur. Tentulah samudra dapat menggemuruh menggelora, teguh menjaga martabat, patriotik tanpa tara, dalam kias “sedumuk bathuk senyeri bumi, pecahing dhadha wutahing ludiro sun labuhi taker pati” (jika dahi dicoreng, sejengkal tanah dinodai, pecahnya dada dan tumpahlah darah, nyawa taruhannya)

Ia harus seperti Bumi, simbol ketiadaan dendam, pemaaf, senatiasa menumbuhan biji-bijian, dan menyediakan kemakmuran dan penuh kepahlawanan.

Ia juga harus seperti Api, mampu menghukum yang salah tanpa pandang bulu, sekaligus menghindari bermain api.


Malang 01/01/2012
Anhar Vika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar